Selamat malam, ketemu lagi di posting berikutnya, masih mencoba membahas tentang musik . Mungkin kita pernah mendengar percakapan seperti ini,
“Ah, musik pop melayu nggak keren!”
“Ah, musik jazz ribet!”
“Ah, musik metal nggak bisa dinikmati!”
“Ah, musik keroncong kan musik buat orangtua!”
“Ah, musik dangdut kampungan!”
Kalau kamu penikmat musik, musisi, atau paling tidak tahu tentang musik, pasti pernah mendengar celetukan itu? Atau jangan-jangan kalian pernah [atau sering?] mengucapkan itu kepada kawan atau siapapun yang berbeda aliran dengan kamu? Tidak bermaksud serius mungkin, tapi dari obrolan ringan itu kita bisa tahu, ternyata musik apapun jenis, punya “tingkatan gengsi” masing-masing.
Apa yang menempati tataran “gengsi” tertinggi? Dari tingkat kesulitan musikalitasnya, lokasi nge-band dan trend yang berkembang, Jazz sering dianggap punya kasta tertinggi dalam ranah gengsi ini. Mengapa demikian, Coba perhatikan Jazz kerap dimainkan di hotel-hotel bintang 5 dengan fasilitas AC, makanan minuman yang tidak murah.
Mungkin temen-temen ada/pernah mengunjungi dan makan di salah satu club jazz di Jakarta. Ketika pulang, shock karena tagihan yang masuk mencapai 3 juta. Hmm, itu ukuran bergengsi mungkin. Meski sekarang jazz juga sudah dimainkan di atas gunung, di mall, atau di kampus-kampus.
Coba bandingkan dengan musik yang kerap dianggap tipikal musik marginal, dangdut. Alih-alih mendengar, menyebut namanya saja banyak musisi yang merasa jijik tampaknya. Apa salah dangdut ya? Apa karena sering dimainkan di lokalisasi, dinyanyikan di karaoke, identik dengan kaum terpinggir? Mungkin itulah ukuran gengsinya.
Disini kita mencoba tidak membandingkan kasta genre musik itu, kita ingin mengajak kalian yang benar-benar cinta dengan musik, “lawan” persoalan gengsi dan kasta itu. Di musik itu tidak ada gengsi dan kasta. Yang ada adalah Karya. Tidak peduli karya kamu itu busuk sekalipun, orang lain tidak boleh remehkan dan menghina-hina.
Ada jargon, di musik tidak pernah ada Juara! Artinya, kita tidak bisa menyebut musik yang kita suka adalah paling baik dibanding musik lain. Musik yang paling berkelas di banding yang lain. Rasanya amat naïf kalau hal itu muncul ke permukaan. Musik is musik!
Jadi, mari menikmati musik, apapun genrenya tanpa perbedaan kasta dan gengsi!
Sumber disini
“Ah, musik pop melayu nggak keren!”
“Ah, musik jazz ribet!”
“Ah, musik metal nggak bisa dinikmati!”
“Ah, musik keroncong kan musik buat orangtua!”
“Ah, musik dangdut kampungan!”
Kalau kamu penikmat musik, musisi, atau paling tidak tahu tentang musik, pasti pernah mendengar celetukan itu? Atau jangan-jangan kalian pernah [atau sering?] mengucapkan itu kepada kawan atau siapapun yang berbeda aliran dengan kamu? Tidak bermaksud serius mungkin, tapi dari obrolan ringan itu kita bisa tahu, ternyata musik apapun jenis, punya “tingkatan gengsi” masing-masing.
Apa yang menempati tataran “gengsi” tertinggi? Dari tingkat kesulitan musikalitasnya, lokasi nge-band dan trend yang berkembang, Jazz sering dianggap punya kasta tertinggi dalam ranah gengsi ini. Mengapa demikian, Coba perhatikan Jazz kerap dimainkan di hotel-hotel bintang 5 dengan fasilitas AC, makanan minuman yang tidak murah.
Mungkin temen-temen ada/pernah mengunjungi dan makan di salah satu club jazz di Jakarta. Ketika pulang, shock karena tagihan yang masuk mencapai 3 juta. Hmm, itu ukuran bergengsi mungkin. Meski sekarang jazz juga sudah dimainkan di atas gunung, di mall, atau di kampus-kampus.
Coba bandingkan dengan musik yang kerap dianggap tipikal musik marginal, dangdut. Alih-alih mendengar, menyebut namanya saja banyak musisi yang merasa jijik tampaknya. Apa salah dangdut ya? Apa karena sering dimainkan di lokalisasi, dinyanyikan di karaoke, identik dengan kaum terpinggir? Mungkin itulah ukuran gengsinya.
Disini kita mencoba tidak membandingkan kasta genre musik itu, kita ingin mengajak kalian yang benar-benar cinta dengan musik, “lawan” persoalan gengsi dan kasta itu. Di musik itu tidak ada gengsi dan kasta. Yang ada adalah Karya. Tidak peduli karya kamu itu busuk sekalipun, orang lain tidak boleh remehkan dan menghina-hina.
Ada jargon, di musik tidak pernah ada Juara! Artinya, kita tidak bisa menyebut musik yang kita suka adalah paling baik dibanding musik lain. Musik yang paling berkelas di banding yang lain. Rasanya amat naïf kalau hal itu muncul ke permukaan. Musik is musik!
Jadi, mari menikmati musik, apapun genrenya tanpa perbedaan kasta dan gengsi!
Sumber disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar