Selasa, 20 September 2011

Profil Musica Studio's

Share
Berawal dari pekerjaan Yamin Widjaja (Amin) sebagai pemilik toko elektronik dan distributor album rekaman yang membuka outletnya di kawasan Pasar Baru, dimulailah sejarah panjang industri rekaman terbesar di Indonesia. Toko elektronik dan distributor rekaman tersebut didirikan pada awal tahun 60-an dengan nama toko Eka Sapta. Pak Amin Cengli - begitu Yamin Widjaja biasa disapa - secara tak sengaja banyak berkenalan dengan orang-orang tenar di dunia musik, antara lain almarhum Bing Slamet, Ireng Maulana, Enteng Tanamal dan Idris Sardi. Pergaulan di seputar orang musik itulah yang pada akhirnya menjadi inspirator lahirnya nama band Eka Sapta.

Sebagai pemilik toko elektronik dan distributor rekaman yang ikut membangun band Eka Sapta, Amin bergerak lebih jauh dengan mendirikan perusahaan rekaman sendiri. Pada awalnya ia meminjam alat rekaman milik perusahaan Remaco, membuat rekaman di Singapura dan membangun studio rekaman sendiri dengan nama PT Warung Tinggi di kawasan Warung Kopi Jakarta. Perusahaan ini pada awalnya memproduksi sejumlah rekaman, satu diantaranya adalah album Titiek Puspa. PT Warung Tinggi inilah yang merupakan embrio berdirinya PT Metropolitan Studio pada tahun 1968. Hoki Amin Cengli - ayah 6 anak dan istri Lanni Djajanegara itu - kian berkembang. Pada awalnya memproduksi rekaman band Eka Sapta, karya lagu dan suara almarhum Bing Slamet, A. Riyanto dan sejumlah rekaman lain dalam bentuk piringan hitam (PH) dan kaset.

Seiring dengan sukses debut rekaman tersebut, pada Oktober 1971, Amin merubah nama PT Metropolitan Studio menjadi PT Musica Studio's dalam bentuk akte pendirian perusahaan rekaman formal. Sejak saat itulah berlangsung pembenahan perangkat lunak dan perangkat keras perusahaan rekaman ini, misalnya dari jumlah studio rekaman yang hanya 2 buah dengan masing-masing 4 tracks pada tahun 1968 menjadi 8 tracks pada tahun 1979, berkembang lagi menjadi 16 tracks pada 1981 dan 24 tracks pada tahun 1983. Kini jumlah studio rekaman yang terletak di kompleks PT Musica Studio Jl. Perdatam Pasar Minggu Jakarta Selatan itu berjumlah 5 buah.

Sebagai perusahaan rekaman terbesar di Indonesia, Musica Studio's segera melakukan inovasi dalam pola kerja manajemen produksi. Sumber daya manusianya ditingkatkan, kualitas produksi album rekaman diperbesar. Sewaktu Yamin Widjaja meninggal dunia pada bulan Agustus 1979, istrinya Ny. Lanni Djajanegara bersama 4 dari 6 anaknya - mengambil alih kendali, menjadi tulang punggung 'kerajaan bisnis' rekaman PT. Musica Studio's. Empat orang putera-puterinya itu adalah Sendjaja Widjaja, Indrawati Widjaja, Tinawati Widjaja dan Effendy Widjaja. Di bawah kuartet pekerja rekaman bertangan dingin ini, PT Musica Studio's berkembang bagai kerajaan musik raksasa di Indonesia, yang berhasil mengantar orang-orang musik muda menjadi artis tenar di bumi Indonesia. Sebelum itu, PT. Musica Studio's juga didukung oleh keluarga Widjaja lainnya, yaitu Seniwati Widjaja dan Sundari Widjaja.

DARI CHRISYE SAMPAI PESTA RAP

Musica Studio's menjadi kantung-kantung dan base-camp artis tenar Indonesia. Setelah era A. Riyanto, Emilia Contessa, Ineke Kusumawati, Vivie Sumanti, Rhoma Irama dan Erni Johan di tahun 60-an, kemudian muncul nama tenar Rafika Duri, Harvey Malaihollo, Jamal Mirdad, Chrisye, Andi Meriam Mattalatta, Hetty Koes Endang, Rita Rubby Hartland, Elly Sunarya, Grace Simon pada tahun 70-an. Pada dekade 80-an muncul nama-nama tenar Betharia Sonata, Iwan Fals, Nani Sugianto dan lain-lain. Kemudian pada dekade 90-an seiring dengan munculnya trend grup dan jenis musik yang beragam - Musica Studio's membidani popularitas Trio Libels, Kahitna, Java Jive, Comedian Project Pop dan penyanyi solo Inka Christy, rapper Iwa K dan sejumlah album kompilasi. Juga tak boleh dilupakan, Musica Studio's berperan besar pada lahirnya kelompok musisi remaja tenar Base Jam.

Bekerjasama dengan perusahaan rekaman Sky Records, HP Records, Jackson Records, CMM dan Nur Records; Musica Studio's membangun perusahaan publishing dengan bendera Musica Group. Dengan label ini lahir nama tenar baru dan lama, antara lain album-album best selling Lisa A. Riyanto, Nia Paramitha dan Pesta Rap. Sementara itu bekerja sama dengan perusahaan rekaman di Malaysia, Musica Group ikut mengedarkan album-album grup tenar dari Malaysia dengan label BMG, Life Record Malaysia, Pony Canyon dan Warner Music Malaysia.

TRADISI PEMBERIAN PH EMAS DAN PERAK

Musica Studio's juga sering melakukan terobosan mengesankan dalam kaitannya dengan upaya meningkatkan prestasi insan musik Indonesia. Di mulai pada tahun 1983, bertempat di Hotel Indonesia Jakarta, diberikan penghargaan piringan emas (Gold Record) dan piringan perak (Silver Record) untuk artis rekaman berprestasi dari sisi penjualan PH atau album rekamannya. Nama Hetty Koes Endang, Jamal Mirdad, Rafika Duri, Harvey dan Chrisye, pernah menerima penghargaan ini.
Tradisi pemberian Gold dan Silver Record terhenti pada awal tahun 90-an, seiring dengan kian maraknya pemberian penghargaan dari institusi luar, antara lain BASF Award dan Anugerah HDX. Dua lembaga penghargaan itu, belakangan menghilang, dan di tahun 1997 yang lalu lahirlah lembaga lain bernama Anugerah Musik Indonesia. Pada tahun 80-an itu, sebenarnya tradisi awarding di dunia musik ala Musica bisa mendampingi kegiatan sejenis yang pernah dipopulerkan Angket Siaran ABRI yang dikelola oleh stasiun penyiaran RRI sejak awal dekade 70-an. Waktu itu sejumlah artis tenar Musica Studio's ikut meramaikan pesta kemenangannya sebagai 'mega bintang terpopuler'.

Memasuki abad globalisasi, jajaran pimpinan Musica Studio's sadar betul harus segera mengantisipasi perkembangan jaman dengan mengadakan banyak perubahan. Sumber Daya Manusia-nya lebih ditingkatkan, lebih khusus lagi yang membidangi masalah teknis rekaman. Kecuali membekali sound engineer dengan pengetahuan rekaman modern, pimpinan Musica Studio's juga mulai merancang tampilan yang lebih canggih dari peralatan rekaman, akustik ruang rekam dan tak kalah penting adalah, pembenahan fisik kantor. Belakangan - tepatnya sejak tahun 1995 - Musica Studio's untuk pertama kalinya melakukan pembenahan kualitas rekaman, juga membuka diri dalam mengerjakan jasa mastering disamping memperteguh kekuatannya sebagai produser eksekutif (lewat pimpinannya) dan distributor album produksi perusahaan lain.

Sementara itu - masih berkaitan dengan era globalisasi - jajaran pimpinan Musica Studio's lantas melebarkan sayapnya dengan bekerja sama lewat perusahaan rekaman lain. Struktur organisasi ditingkatkan, SDM kian dimantapkan dengan cara mempelajari teknologi baru di studio lain di luar negeri, termasuk memulai menerapkan tata cara mastering.
Memasuki tahun 1998 ini PT Musica Studio's memiliki karyawan sekitar 60 orang, 15 orang diantaranya menguasai teknis rekaman, sisanya adalah tenaga administrasi, promosi, sampai divisi 'pencari bakat'. Perusahaan rekaman ini akhirnya tak hanya bergerak di jenis musik yang banyak diburu orang seperti pop dan dangdut, tapi juga mulai merambah ke jenis musik lain, seperti R&B, rock, rap, dance, alternatif, techno dan banyak lainnya. Jadi, sangat wajar jika pada perebutan beragam penghargaan untuk insan musik seperti BASF Award, Anugerah HDX, Anugerah Musik Indonesia atau yang bersinggungan dengan tayangan video klip seperti Video Musik Indonesia, artis-artis tenar yang berkibar lewat bendera Musica Studio's, hampir selalu menduduki deret papan atas yang terkondang dan berkualitas. Ini semua terjadi karena kesetiaan dan kerja keras jajaran artis, staf pimpinan dan karyawan Musica Studio's pada motto perusahaan : Mengutamakan Mutu dan Kepuasan Anda!

Jakarta, 1 Maret 1998

Musica Studio's, Jl. Perdatam No.3 Pancoran.
Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Indonesia.
sumber

Tidak ada komentar: